Jumat, 10 Januari 2020

Asal Usul Keanekaragaman


BAB I
PENDAHULUAN
  
     A.   Latar belakang
Kehidupan adalah ciri yang membedakan objek yang memiliki isyarat dan proses penopang diri (organisme hidup) dengan objek yang tidak memilikinya,baik karena fungsi-fungsi tersebut telah mati atau karena mereka tidak memiliki fungsi tersebut dan diklasifikasikan sebagai benda mati.Ilmu yang berkaitan dengan studi tentang kehidupan adalah biologi.
Organisme hidup mengalami metabolisme, mempertahankan homeostasis, memiliki kapasitas untuk tumbuh, menanggapi rangsangan, bereproduksi, dan melalui seleksi alam beradaptasi dengan lingkungan mereka dalam generasi berturut-turut.. Sebuah susunan beragam dari organisme hidup (bentuk kehidupan) dapat ditemukan di biosfer di bumi, dan sifat-sifat umum dari organisme ini tumbuhan, hewan, fungi, protista, archaea, dan bakteri adalah bentuk sel berbasis karbon dan air, dengan organisasi kompleks dan informasi genetik yang bisa diwariskan.
Dalam filsafat dan agama, konsepsi kehidupan dan sifatnya bervariasi. Keduanya menawarkan interpretasi mengenai bagaimana kehidupan berkaitan dengan keberadaan dan kesadaran, dan keduanya menyentuh isu-isu terkait, termasuk sikap hidup, tujuan, konsep tuhan atau dewa, jiwa atau kehidupan setelah kematian.
     B.    Rumusan Maslah
1)  Apa keanekaragaman itu?
2)  Bagaimana asal usul keanekaragaman?

BAB II
PEMBAHASAN


A. Pengertian Keanekaragaman Makhluk Hidup
Keanekaragaman makhluk hidup/keanekaragaman hayati atau biodiversitas (Bahasa Inggris: biodiversity) adalah suatu istilah pembahasan yang mencakup semua bentuk kehidupan, yang secara ilmiah dapat dikelompokkan menurut skala organisasi biologisnya, yaitu mencakup gen, spesies tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme serta ekosistem dan proses-proses ekologi dimana bentuk kehidupan ini merupakan bagiannya. Dapat juga diartikan sebagai kondisi keanekaragaman bentuk kehidupan dalam ekosistem atau bioma tertentu. Keanekaragaman hayati seringkali digunakan sebagai ukuran kesehatan sistem biologis.
Keanekaragaman hayati tidak terdistribusi secara merata di bumi; wilayah tropis memiliki keanekaragaman hayati yang lebih kaya, dan jumlah keanekaragaman hayati terus menurun jika semakin jauh dari ekuator.
Keanekaragaman hayati yang ditemukan di bumi adalah hasil dari miliaran tahun proses evolusi. Asal muasal kehidupan belum diketahui secara pasti dalam sains.           Hingga sekitar 600 juta tahun yang lalu, kehidupan di bumi hanya berupa archaea, bakteri, protozoa, dan organisme uniseluler lainnya sebelum organisme multiseluler muncul dan menyebabkan ledakan keanekaragaman hayati yang begitu cepat, namun secara periodik dan eventual juga terjadi kepunahan secara besar-besaran akibat aktivitas bumi, iklim, dan luar angkasa. 
  
    B.  ASAL USUL KEANEKARAGAMAN
Bagaimana kehidupan itu mulai terjadi? Dari ekstrapolasi fosil dan dinamika gunung berapi, diperkirakan pada awal terjadinya kehidupan, atmosfer terdiri dari H2, NH3, H2O, N2, CO2, O2, dan CO2. Pada masa itu, diperkirakan banyak sekali terdapat muatan listrik di atmosfer, sehingga geledek (petir) masih sering menyambar di siang hari. Menurut Oparin (1983), kehidupan hanya dapat terjadi apabila bahan baku utama (basa Purin dan Pirimidin) terdapat di alam. Maka percobaan dilakukan dengan mengatur udara dengan jumlah yang sesuai dari magma yang keluar dari gunung berapi. Udara tersebut disimpan dalam suatu alat untuk mensimulasi keadaan di atmosfer purba. Kemudian dengan diberikan bunga api sebagai pengganti geledek. Ternyata diperoleh sekitar sepuluh macam asam amino, aldehida dan juga HCN. Percobaan dengan HCN dan amonia dalam alat simulasi ternyata dapat menghasilkan Adenin, dan asam arotik. Proses fotokimia dengan sinar matahari dapat mengubah HCN menjadi Urasil.
Sejak tahun 1861, orang sudah memproduksi gula dari formadelhid. Pengetahuan ini diulangi kembali pada tahun 1961, ketika ditemukan bahwa formadelhid (formalin) yang dipolimerisasikan, ternyata membentuk gula ribosa dan bukan gula deoksiribosa. Penemuan ini menjelaskan bahwa RNA ternyata adalah produk yang mungkin lebih awal dari DNA. Dengan demikian diperkirakan bahwa kehidupan awal dimulai dari RNA dan bukan DNA.
Kenyataan ini masih menjadi masalah yang diperdebatkan dengan sejumlah argumen berbeda antara lain:
1.   Kelompok yang pro DNA sebagai materi kehidupan esensial menyatakan bahwa RNA tidak stabil, dan mudah sekali terurai, karena strukturnya hanya single strand. Dengan demikian, mereka meyakini bahwa kehidupan dimulai dari adanya DNA.
2.   Kelompok yang pro RNA, mengajukan argumentasi bahwa:
   RNA merupakan satu-satunya produk yang mungkin dibentuk dari alam dan bukan DNA. Alasan lain ialah bahwa DNA yang berfungsi hanyalah satu rantai saja, sedangkan templetnya tidak akan menghasilkan apa-apa. Kehidupan primitif tidak mungkin dimulai dari sesuatu yang kompleks.
   Penemuan yang terbaru pada Tetrahyemena menunjukkan bahwa RNA yang sangat pendek sekalipun dapat berfungsi katalitik, atau sebagai enzim. Hal ini tidak dijumpai pada DNA, oleh karena DNA tidak mempunyai gugus 2′-hidroksil. Gugus tersebut diperlukan dalam proses katalisasi, terutama pada tRNA yang memberikan bentuk daun semanggi. DNA tidak dapat membentuk struktur tersebut karena gugus tersebut sudah terisi oleh gugus oksigen (deoksi). Bentuk daun semanggi dibutuhkan untuk mendapatkan kemampuan katalisis. Adalah sulit diterima, kalau kehidupan awal terjadi tanpa katalisasi, hanya RNA yang mempunyai sifat ini sedangkan DNA tidak.
   Salah satu keuntungan RNA adalah bahwa RNA dapat membelah diri dan mengadakan multiplikasi tanpa DNA.Bukti lain menunjukkan bahwa DNA hanya berfungsi sebagai cetakan. Untuk dapat berfungsi, maka paling sedikit akan dibentuk mRNA terlebih dahulu. Dengan demikian, kehidupan awal yang masih sederhana dapat berlangsung dengan adanya RNA. Apabila kehidupan berawal dari DNA, maka RNA tetap harus dibentuk terlebih dahulu agar dapat berfungsi. Organisme yang paling primitif tidak memiliki DNA.
Karena kehidupan awal adalah sederhana, maka para ahli lebih cenderung meyakini bahwa RNA-lah yang muncul terlebih dahulu. DNA adalah bentuk penyempurnaan, mengingat bahwa RNA mudah sekali terurai.
 Meskipun keanekaragaman (variabilitas) pada awal dikemukakan, prosesnya belum diketahui, namun keanekaragaman merupakan faktor utama dari evolusi. Hal ini dikemukakan oleh Lamarck, Darwin, maupun para pakar lain sesudah mereka. Tanpa ada keanekaragaman, evolusi tidak akan terjadi. Di alam ada dua faktor yang bekerja secara harmonis, yaitu faktor penyebab keanekaragaman, dan  faktor yang bekerja untuk mempertahankan keutuhan suatu jenis. Apabila dilihat secara tersedniri, maka kedua faktor tersebut seakan bertentangan. Namun pada hakekatnya kedua faktor tersebut bekerja dengan sangat harmonis.
Untuk melihat bagaimana timbulnya keanekaragaman, kita harus mulai dari melihat struktur yang paling kecil dari makluk hidup, tetapi sangat penting. Struktur tersebut adalah DNA. DNA terdiri dari empat macam basa nitrogen     Adenin (A),Citosin (C), Guanin (G), dan Timin (T), serta RNA mempunyai Urasil (U) pengganti Timin pada DNA. Keempat macam jenis basa nitrogen berfungsi menyusun atau membentuk 20 asam amino esensial. Kini diketahui bahwa kombinasi tiga dari keempat basa nitrogen tersebut akan membentuk satu asam amino. Kombinasi ini dikenal dengan nama triplet kodon Secara umum, tiap satu asam amino dikode oleh sekitar tiga macam kombinasi. Ada asam amino yang dikode oleh satu kombinasi, sedangkan ada asam amino yang dikode oleh enam macam kombinasi. Dengan demikian maka suatu asam amino dapat dihasilkan lebih banyak banyak, bukan saja karena kode tersebut terdapat berulang-ulang, tetapi karena ada lebih banyak kemungkinan. Yang menjadi masalah sekarang ialah darimana terjadinya keanekaragaman. Adanya satu kode genetik atau lebih mengkode asam amino belum dapat menerangkan dengan jelas terjadinya keanekaragaman.
   Sejak masa lampau, orang sudah mempertanyakan mengapa umur suatu organisme sejenis tidak sama. Hal ini jelas terlihat apabila kita memelihara suatu tumbuh-tumbuhan atau hewan. Keluarga-keluarga pada zaman dahulu umumnya mempunyai anak lebih dari dua. Hewan pada umumnya juga mempunyai anak lebih dari dua. Misalnya, pada katak dapat kita lihat bahwa jumlah telur yang dihasilkan berjumlah berratus-ratus butir. Apabila semuanya hidup dan mampu berkembang biak, mungkin saat ini seluruh permukaan bumi dipenuhi oleh katak, demikian juga bagi organisme lain. Namun kenyataan menunjukkan bahwa hal ini tidak mungkin terjadi. Hanya individu yang sehat dan kuat, atau yang sempurna dalam semua aspek kehidupannyalah yang dapat bertahan.
     Dalam kaitan ini, alam mengadakan seleksi terhadap setiap struktur morfologi, anatomis, maupun fisisologi setiap organsime.Misalnya, ikan dalam suatu akuarium yang selalu diberi makanan secukupnya, semua kondisi hidup dicukupkan. Apabila semua individu ikan kita seleksi sehingga dapat dikatagorikan sebagai sama dan hampir sempurna sekalipun, ternyata jumlahnya hanya bertambah pada suatu periode. Selanjutnya populasinya hanya berkisar pada jumlah tertentu saja. Padahal semua pasangan yang hidup dalam akuarium tersebut sehat dan sangat berpotensi untuk berkembang biak. Ada suatu hal yang menyebabkan ikan-ikan tersebut tidak berkembang biak, yaitu ruang yang tidak cukup. Ikan-ikan tersebut seakan tahu, bahwa apabila mereka terus berkembang biak, maka mereka tidak dapat bergerak bebas. Hal ini yang disebut dengan daya dukung dari akuarium tersebut tidak cukup. Jadi selain struktur biologis yang hampir sempurna, makanan yang cukup, ternyata daya dukung suatu tempat ikut menentukan sukses tidaknya suatu jenis organisme dapat bertahan di muka bumi.
   Setiap organisme di dunia mempunyai kisaran toleransi tertentu. Misalnya manusia muda (bayi) mempunyai kisaran toleransi suhu tubuh dari 35 – 420C. Manusia dewasa biasanya batas toleransi suhu antara 36 – 410C. Di luar kisaran toleransi tersebut manusia tidak dapat bertahan, dan memerlukan usaha lain untuk mempertahankan dirinya. Kisaran toleransi suatu organsime tidak hanya menyangkut suhu saja tetapi berkaitan pula terhadap aspek-aspek biologis yang lain.
         Semua atau hampir semua aspek-aspek toleransi dan variasi yang terdapat pada suatu organsime terkait dengan mekanisme kerja gen-gen tertentu pada organisme tersebut. Variasi organsime yang terjadi akibat kerja gen-gen tertentu banyak sekali macamnya, misalnya:
1.     Wajah manusia tidak ada yang sama. Sebenarnya hal ini berlaku pula pada tumbuh-tumbuhan dan hewan, namun mata kita tidak mampu atau tidak dibiasakan untuk dapat membedakannya.
2.     Adanya variasi warna tubuh yang terdapat pada ikan, kucing, anjing, sapi dan organisme-organsime lainnya.
3.     Adanya golongan darah yang bermacam-macam.
4.     Adanya bermacam-macam mutan.
5.     Adanya ekotipe.
Jadi variasi itu memang ada. Adanya variasi hanya dapat diterangkan secara adaptasi dan secara genetik. Variasi adaptasi, dapat kita lihat pada olahragawan yang otot-ototnya lebih terlatih sehingga berukuran lebih besar dari kebanyakan orang. Namun variasi adaptasi tidak dapat diturunkan secara langsung kepada keturunannya. Variasi genetiklah merupakan satu-satunya kemungkinan yang dapat menerangkan proses evolusi. Secara genetik variasi dapat timbul akibat mutasi. Namun mengapa kita jarang sekali melihat adanya mutasi? Apakah mutasi terjadi sepanjang masa?
Mutasi adalah suatu peristiwa yang umum terjadi. Diperkirakan selalu ada satu mutasi per 10.000 – 1.000.000. organisme, atau rata-rata sekitar 1/100.000 sel. Sedangkan jumlah gen suatu organisme dapat mencapai 10.000. Dari angka ini dapat disimpulkan bahwa kemungkinan terjadinya mutasi sangat banyak.
 Berikut ini dikemukakan beberapa akibat kejadian mutasi yakni:
1.     Mutasi mengubah struktur DNA, tetapi tidak mengubah produk yang dihasilkan. Seperti yang sudah dikatahui, DNA merupakan sumber informasi genetik. DNA akan ditranslasikan menjadi asam amino, selanjutnya asam amino membentuk protein. Ada asam amino yang dikode oleh satu kode genetik (kodon), tetapi ada juga yang dikode oleh lebih dari satu (misalnya enam) kode genetik. Apabila mutasi terjadi pada satu tempat pada DNA, tetapi tidak mengubah produk asam amino yang dihasilkan atau dalam hal ini asam amino yang dihasilkan tetap sama, maka mutasi tersebut tidak berakibat apa-apa (lihat penjelasan Mutasi titik Bab II).
2.     Mutasi mengubah struktur DNA, dan mengubah komposisi produk, tetapi tidak mengubah fungsi produk yang dihasilkan. Dalam hal ini terjadi perubahan produk, sehingga misalnya asam amino yang dihasilkan adalah Lisin. Padahal kode genetik sebelum mutasi terjadi adalah asam amino Treonin. Akibatnya terjadi perubahan dalam rantai protein yang dihasilkan. Walaupun demikian, protein itu tidak mengalami perubahan fungsi.
3.     Mutasi mengubah fungsi produk yang dihasilkan, tetapi tidak berakibat apa-apa. Mutasi dapat berakibat lebih besar, sehingga fungsi suatu protein berubah. Misalnya kita mengenal golongan darah ada beberapa macam. Golongan darah yang lebih langka diduga sebagai hasil mutasi dari golongan darah yang paling umum. Semuanya berfungsi normal, namun kalau dilakukan transfusi darah dengan golongan darah yang lain, baru akibatnya dapat dilihat.
4.     Mutasi mengakibatkan terjadi perubahan fungsi yang besar, namun kejadiannya pada sel somatik, jadi tidak diturunkan. Mutasi sel somatik jarang kita lihat. Sebagai contoh, tahi lalat dapat dianggap sebagai suatu mutasi somatik yang diturunkan.
5.     Mutasi bersifat fatal, sehingga organisme tersebut mati, jadi tidak terlihat. Mutasi yang bersifat fatal ini dikenal dengan gen lethal. Banyak gen lethal yang diketahui misalnya hemofilia.
6.     Mutasi yang menguntungkan. Contoh mutasi menguntungkan sangat banyak. Mutasi yang menguntungkan dapat dilihat dari banyak segi. Bagi manusia mutasi mungkin menguntungkan tetapi bagi organisme lain mungkin merugikan. Misalnya, mutan ayam broiler, sapi pedaging, menguntungkan bagi manusia tetapi bagi hewan tersebut tidak demikian, karena hewan-hewan tesebut menjadi lemah, dan lamban sehingga lebih mudah dimangsa predatornya.
           Dari ke-enam kemungkinan di atas kasus ke-lima yang berakibat fatal, sebenarnya paling umum terjadi. Sedangkan kasus terakhir merupakan mutasi yang sering terlihat, sehingga kita menganggap mutasi yang terjadi sedikit sekali.
Sistem biologis dan atau sistem genetik adalah suatu sistem yang dianggap sempurna. Sistem ini tidak akan menjadi suatu sistem yang baik, jika sistem tersebut tidak bersifat baka (tetap). Kalau suatu sistem mudah berubah, itu bukan lagi suatu sistem. Namun demikian evolusi tidak terjadi jika sistem biologis tersebut terlalu kaku sifatnya. Organisme yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan akan mudah musnah (punah) oleh suatu perubahan lingkungan/alam, baik yang terjadi tiba-tiba maupun yang berlangsung lambat. Jadi pada setiap sistem selalu ada kisaran toleransi yang terlihat dalam bentuk yang bervariasi. Dalam sistem biologis terdapat dua macam faktor yang bekerja secara harmonis, yaitu faktor-faktor yang bersifat konservasi (mengawetkan atau mempertahankan keberadaan suatu organisme), dan faktor-faktor tersebut juga mempunyai aspek-aspek yang memungkinkan terjadinya perubahan. Faktor-faktor tersebut adalah materi genetik.
Bagaimana perubahan atau mutasi terjadi? Ada beberapa hal yang memungkinkan terjadinya mutasi. Pada dasarnya kesalahan atau mutasi terjadi dalam urutan basa nitrogen pada asam nukleat. Perubahan atau mutasi tersebut terjadi akibat beberapa faktor antara lain:
1.     Tautomer. Suatu unsur yang diketahui mempunyai beberapa buah isotop. Pada molekul suatu senyawa, kita mengetahui adanya isomer. Demikian pula halnya dengan makromolekul biologis yang kita kenal dengan asam nukleat. Asam nukleat juga mempunyai suatu sterio-isomer, yaitu mempunyai dua macam molekul dengan bangun yang serupa tetapi seperti bayangan cermin dan sifat kimianya sedikit berlainan dengan bentuk pasangannya. Pada umumnya Adenin akan berpasangan dengan Timin atau Urasil (pada RNA), sedangkan Citosin akanberpasangangan Guanin. Tetapi Adenin yang merupakan bentuk sterio-isomer akan berpasangan dengan Citosin. Demikian pula untuk sterio-isomer yang lain. Sterio-isomer tersebut memungkinkan sebagai faktor penyebab terjadinya pasangan yang salah dan mengakibatkan terjadinya mutasi. Untungnya jumlah sterio-isomer biasanya sangat jarang atau bersifat tidak stabil, seperti halnya dengan isotop atau bentuk kristal suatu molekul yang kita kenal.
2.     Struktur Analog. Ada sejumlah molekul di dalam sel yang dapat berlaku sebagai asam nukleat dan dengan demikian dapat berpasangan pada proses replikasi, ataupun transkripsi dan translasi. Karena molekul tersebut adalah molekul yang umumnya terdapat di dalam sel, maka molekul tersebut tidak akan dideteksi oleh sel. Dengan demikian mungkin sekali terjadi kesalahan. Misalnya, bromo-urasil, bromodeoksi-uridin, 2-amino-purin, inosin, hiposantin, dll. Molekul-molekul tersebut berlaku sebagai asam nukleat pada proses replikasi atau transkripsi, namun pada proses berikutnya tidak berfungsi tepat seperti pasangan asam nukleat yang seharusnya berada pada rantai DNA di tempat tersebut.
3.     Inhibitor. Bebrapa molekul tertentu dapat menempati ruang pada DNA yang seharusnya diisi oleh suatu asam nukleat. Misalnya, akridin, pseudo-uridin, metil-inosin, ribotimidin, metil-guanosin, dan dihidroksi-uridin. Apabila molekul-molekul tersebut menempati tempat asam nukleat, maka pada proses berikutnya molekul-molekul tersebut tidak akan dikenal, sehingga terjadilah penterjemahan yang salah oleh sel tersebut dan mengubah kode genetik selanjutnya. Dengan demikian setiap inhibitor akan menyebabkan kode genetik untuk seluruh rantai berikutnya mengalami perubahan.
4.     Radiasi. Ada bermacam-macam radiasi. Radiasi UV, radioaktif, energi tinggi sinar matahari, juga merupakan penyebab mutasi.
Dari ke-empat faktor penyebab mutasi di atas, faktor ke-tiga dan faktor ke-empat yang paling dikenal, meskipun faktor pertama adalah penyebab yang paling umum. Ini adalah perubahan yang kita tinjau dari segi gen, namun demikian mutasi dapat terjadi pula pada struktur yang lebih besar, mislanya mutasi pada struktur kromosom ikut memainkan peranan penting dalam evolusi.

BAB III
PENUTUP
  
      A.  Kesimpulan
Asal usul keanekaragaman disebabkan oleh adanya beberapa faktor seperti  mutasi gen sehingga turunan memiliki perbedaan dengan nenek moyangnya
      B.    Saran
            Kami sebagai penulis sangat menyadari bahwa materi yang kami buat ini masih banyak kekurangan. Jadi untuk itu kami meminta kepada saudara saudari semuanya untuk memberikan saran, kritikan, dan hal-hal lainnya yang bisa membangun untuk menuju kepada yang lebih baik.  agar manfaat ini dari makalah ini dapat diambil penulis dan orang yang mambacanya.











Tidak ada komentar:

Posting Komentar